Thursday, October 9, 2008

Singkong vs Wall Street

Hari-hari setelah Ied Fitri tahun ini menjadi sedikit menarik. Tak sabar kutunggu berita setiap harinya. Tidak hanya berita mudik macet rutin tapi rasa penasaran akan bagaimana Resesi Global yang terjadi akan berakhir menjadi sumbernya.




Menarik melihat bagaimana AS yang begitu digdaya justru ironically menjadi sumber dari Resesi Ekonomi Global. Negara biang ekonomi kapitalis dimana dewa-dewa bisnis berbasis riba beroperasi di Wall Street mengajak serta seluruh dunia, seperti efek domino, berjatuhan. Banyak Bank2 besar kollaps. Merka terjerat bisnis semu uang yang tumpuk menumpuk diatas bisnis perumahan. Bisnis nyata perumahan di Amerika telah tenggelam oleh tumpukan bisnis pembiayaannya yang berlapis-lapis hingga pilarnya roboh. Neoliberalisme berada dipinggir jurang. Kapitalisme sedang menghadapi dirinya sendiri.

Islam jelas-jelas melarang Riba. Now, let them understand why.

Riba itu pangkal kehancuran masyarakat. Segala hal yang tidak memiliki pijakan nyata, atau komoditas semu yang dispekulasikan, adalah riba. Riba bukan sekedar rente atau bunga atas pinjaman uang. Sejatinya, uang kertas adalah riba karena nilainya adalah nilai semua. Maka, selembar kertas yang sama tiba-tiba punya nilai berbeda ketika yang menuliskan angkanya berbeda. Rp 100 jelas berbeda dengan US$ 100.

Mencari keuntungan pada hal-hal semu memang menggiurkan. Dengan cepat itu dapat melambungkan kita keatas. Itu menjawab naluri manusia yang gemar segera dapat untung banyak tanpa harus bekerja keras. karakter itu yang menjadi kecenderungan kita. Kebanyakan pribumi pebisnis besar pun lebih banyak yang cuma sebagai makelar. Bahkan orang-orang terdekatku ada yang terlena dengan pesonanya.

Teringat kepada salah satu sobatku yang menjadi pemimpin perusahaan milik pamannya. Lebih dari 3 tahun berjalan aku ga pernah tahu apa core businessnya. Yang kutahu ia menjual dan membeli apa saja. Dari software sampe Kapal Tanker. Julukanku padanya; broker in the city. Sukseskah bisnisnya? terakhir aku dapat sms darinya, ia sedang merencanakan pelariannya yang kesekian kalinya keluar negeri. Sebabnya? utang perusahaannya numpuk dan dia dikejar-kejar pemegang saham dan supplier. Good luck bro. Mungkin negeri kapitalis tujuanmu cocok untuk gaya bisnis yang kau jalankan.

Sudah kuingatkan beberapa kali bahwa tidak ada keberhasilan instant. Kesuksesan haruslah berasal dari kerja keras. Bisnis yang berkah adalah bisnis ala Rasulullah. Bisnis berdasarkan Syari'ah Islam. Entrepreneurial and real stuff business is preferable. Ada asset dan produk atau servis nyata yang diperdagangkan. Bekerja keras diatas pijakan usaha yang nyata adalah mental bisnis yang harus dibangun generasi Indonesia untuk bisa maju. Bukan justru menjadi generasi yang gemar leha-leha, lalu berharap sukses dunia akhirat.

Salah satu juniorku di Fakultas Hukum UGM, si Firman "Tela Kress" adalah contoh yang bisa dilirik. Indonesia banget bisnisnya. Singkong. Nyata dan simple. Mungkin terdengar remeh dan tidak memiliki prestise dibandingkan Saham misalnya. Tapi dengan sedikit kreatifitas dan banyak kerja keras, bisnisnya telah merambah sebagian besar pulau ini dan mengantarkannya menjadi young entrepreneur. Good luck bro. Mental karakter seperti ente yang dibutuhkan negeri ini.

2 comments:

Anonymous said...

waahh keren banget bos blognya.Salam kenal. tukar-tukaran link ya

Dino said...

Ketika keuangan Amerika jatuh, dunia sudah menjadi "flat", dan Indonesia pun kena getahnya.

Indonesia harusnya punya prinsip ekonomi/keuangan sendiri. Yang benar2 cocok dengan pribadi bangsa.

Aku setuju dengan pendapat anda mengenai pebisnis Indonesia. Kebanyakan hanya ingin uang cepat. Mereka tidak membangun competitive advantage, brand, dan bisnis dengan fondasi yang kuat. Anda sepertinya siap tuk bersusah-susah dahulu sambil membesarkan usaha anda. Saya doakan semoga berhasil.