Friday, August 31, 2007

Ramadhan di Inggris

Tidak terasa, sudah ketiga kalinya saya menjalani ibadah puasa Ramadhan dan 'Eid Fitr di UK. Banyak suka duka saat menjalani puasa di negerinya lady Diana ini.

Puasa pertama di UK yang saya rasakan adalah saat di Sunderland, kota kecil tak jauh dari Newcastle di utara Inggris. Saat itu saya tinggal di salah satu akomodasi dari kampus. Ramadhan tahun 1425 bertepatan dengan musim gugur di musim gugur di bulan October. Matahari terbit sekitar jam 8 pagi dan terbenam sekitar jam 5 sore. Lumayan menyenangkan bagi yang sudah biasa puasa di Indonesia karena jadi teramat singkat. Sahur masih bisa dilaksanakan sekitar jam 6 pagi sedang jam 5 sore kita sudah mulai berbuka. Hawa dingin sekitar 7-10 derajat celcius disiang hari menambah kenyamanan dalam menjalankan puasa.

Perasaan aneh mulai terasa bila kita jalan dipusat kota maupun dikampus karena semua orang asyik makan dan minum tak ada bedanya hari biasa sehingga tidak ada suasana puasa sama sekali. Tidak pula ada suara azan atau ayat-ayat Quran dikumandangkan apalagi suara anak muda membangunkan sahur dipagi buta karena hal tersebut berlawanan dengan hukum karena dianggap mengganggu ketentraman lingkungan.

Alhamdulillah saya masih sempat sering merasakan berbuka puasa di satu-satunya masjid di kota itu karena kebetulan letak masjid berada didepan kampus. Beberapa mahasiswa muslim dari berbagai belahan dunia yang belajar disana yang mempergunakan kesempatan untuk makan gratis di masjid saat Ramadhan karena memang tersedia banyak makanan sumbangan dari para dermawan.

Biasanya sumbangan iftar berasal dari komunitas-komunitas muslim ataupun rumah makan halal yang ada di kota tersebut. Makanan digelar dipiring besar-besar diatas plastik memanjang tak beda dengan gaya makan di negara-negara arab yang pernah saya kunjungi. Macam-macam menunya, dimulai dengan kurma dan susu sesaat azan dikumandangkan lalu dilanjutkan dengan makan setelah sholat magrib mubasyaratan mulai dari kari India, ayam gaya Kentucky bahkan kadang pizza. Tak lupa sehabis makan kita masing-masing mencuci piring mengingatkan suasana di Pondok pesantren.


Sayangnya, letak akomodasi lumayan jauh dari masjid tersebut, sehingga selama sebulan penuh saya dan teman-teman yang tinggal di tempat yang sama harus rela untuk jarang bisa menikmati tarawih Ramadhan di masjid, terutama karena jadwal tarawih yang biasanya dilaksanakan agak malam sekitar jam 9 malam dan saat itu bus antar jemput kampus sudah tidak ada.

Agak berbeda ketika saya tinggal di Bristol, kota terbesar di south western part of England. Disalah satu kota yang termasuk paling multicultures di Inggris ini, banyak masjid yang bisa menjadi pilihan. Uniknya, masjid-masjid tersebut biasanya terkotak-kotak tergantung komunitas yang dominant di masjid tersebut. Ada masjid Bangladesh, masjid Pakistan, masjid Turki, masjid Timur tengah dan tentunya cara ibadah maupun menu berbukanya tergantung komunitas tersebut. Sayang tidak ada masjid Indonesia ataupun Malaysia di kota ini yang mungkin kalau ada bisa cari menu yang lebih pas dilidah.Pernah saya menemukan diri saya di ruangan masjid yang dipenuhi muslim berkulit hitam yang berasal dari Somalia dan Nigeria, dan saya baru sadar bahwa sayalah satu-satunya orang berkulit putih diruangan tersebut padahal sedang berada di Inggris.

Berhubung banyak mahasiswa muslim di Bristol University, kegiatan selama Ramadhan pun lebih banyak dan variatif. Pihak kampus pun menyediakan ruangan khusus berfungsi sebagai mesjid selama Ramadhan. Banyak kegiatan yang dilaksanakan oleh Bristol Islamic Society seperti Islamic Week atau Fasting Day.

Fasting Day adalah salah satu yang paling unik karena dihari ini mahasiswa muslim diminta untuk mengajak teman-temannya yang non-muslim untuk berbagi pengalaman untuk tidak hanya bagaimana berbuka puasa bersama.tapi juga bagaimana berpuasa menahan lapar dan haus seharian. Saya pribadi mengajak teman kelas saya dari Jepang untuk tidak makan dan tidak minum sehari dan berbuka bersama di masjid kampus. Uniknya lagi, pada saat berbuka di Fasting Day itu, ada sambutan dari ketua Chaplaincy Bristol University yang kebetulan beragama Yahudi dan masih taat menjalankan puasa pada hari-hari tertentu. Dia bahkan sempat menerangkan makna puasa menurut ajaran Yahudi didepan mahasiswa Muslim dan Non-Muslim yang hadir pada saat itu.




Banyak pengalaman unik lainnya saat menjalankan Ibadah puasa di Inggris. Secara umum, suasana berbuka di negeri in juga terasa hangat tak beda ketika saya berada di Indonesia maupun dinegeri dimana muslim menjadi majoritas Bedanya, sebagai kaum minoritas dinegeri ini, ada sedikit perasaan solidaritas yang terasa sangat kuat yang timbul diantara Muslim. Issue-issue yang kadang memojokkan Islam di media massa yang salah satu contohnya dipicu oleh bom London bahkan tak jarang menjadikan topic-topik hangat di masjid. Tidak heran kadang ada representative dari security campus ataupun polisi regional yang ‘nyelip’ diantara jama’ah untuk mengawasi isi khutbah.

Terakhir, ada pengalaman lucu, unik dan agak saru ketika menjalankan ibadah tarawih di Sunderland. Tidak ingin kehilangan pahala berjama’ah Isya dan tarawih karena jarak masjid yang agak jauh, saya mengajak teman-teman Indo muslim di kota ini yang berjumlah 5 orang untuk berjama’ah tarawih di kamar saya yang berukuran 2x3 m. Saya tinggal satu flat dengan satu mahasiswa yang juga muslim dari Indonesia sedang sisanya ada satu mahasiswa Cina dan dua Yunani di kamar lain di flat tersebut.

Saat itu saya sedang memimpin sholat Isya jamaah sebelum shalat tarawih. Baru saja selesai membaca Al-fatihah di rakaat kedua, terdengar sayup-sayup suara dua anak manusia memadu kasih dari kamar sebelah tempat teman Cina saya tinggal. Tembok kamar di flat memang agak tipis sehingga kadang perbincangan dari kamar sebelah bisa terdengar dari kamar saya. Gawatnya, teman Cina sebelah kamar saya memang terkenal agak nakal dan sering membawa pacarnya ke kamar. Tak ada larangan untuk itu, karena maklumlah, sex bebas bukan hal yang aneh dinegeri yang mendewakan kebebasan pribadi macam Inggris ini.

Seiring dengan raka’at bertambah, suara desahan dan engahan yang sangat mengganggu itu pun bertambah intens dan terdengar jelas. Konsentrasi saya pun buyar dan ketika salam di rakaat terakhir, saya dan teman-teman saling memandang dan tertawa terbahak-bahak, sadar bahwa saya menyelesaikan sholat dirakaat ketiga. Akhirnya kita pun mengalah pindah ke kamar teman saya untuk melanjutkan sholat tarawih.

No comments: